By :
Aa gun (Tw:@ciledugcity69 Fb: aagun.gunawan)
Inilah hiburan masa kecilku, atau
mungkin mereka-mereka yang telah menapak hidup di era tahun 70-80an sampai
menjelang era 90an tentu mengenal hiburan berupa penayangan film gratis
semalaman, dimulai setelah shalat isya dan diakhiri menjelang subuh, lilm layar
tancap. Dinamakan demikian karena hiburan ini menggunakan kain putih besar
kira-kira berukuran dua kali limaan kurang lebih yang ditancapkan dengan
menggunakan bambo, sebagai screennya. Sekelumit memory masa kecil dipinggiran
kota Jakarta dan Tangerang, Ciledug tepatnya.
Layar tancap memang menjadi hiburan
satu-satunya saat itu, vcd maupun DVD belumlah ada, kalaupun ada, itu berupa
kaset film, kami mengenalnya Video. Tentu bagi saya pada itu merupakan barang
mewah tak mampu orangtua untuk memilikinya, televisipun harus menonton ke
tetangga sebelah rumah, he..he..he..kacian dech loch. Tapi meski demikian masa
kanak-kanak itu saya lewati dengan ceria, permainan tradisonal gala asin
(begitu kami menyebutnya) yang dimainkan di tanah lapang saat menjelang dan
saat bulan purnama, begitu riangnya kami memainkan. Adalagi dampu, taplak,
karet, congklak, takadal, petak umpet dan seabreg mainan tradional lainnya,
yang kini telah hampir punah beriring semakin modern dan instannya kehidupan.
Kembali ke layar tancap. Hiburan
yang biasa diadakan malam-malam libur, terutama sabtu malam minggu. Acara ini
ditanggap (begitu saya menyebutnya) oleh mereka-mereka yang secara ekonomi
hidupnya telah cukup mapan, atau mereka yang sengaja memapankan diri demi
gengsi, bukan masalah bagi saya, yang penting saya bisa menyaksikan hiburan
semalam suntuk secara gratis ditengah lapang yang jika turun hujan ataupun
gerimis, bubarlah sekumpulan manusia-manusia yang haus hiburan, dari fenomena
ini ada mereka yang menyebutnya film misbar, gerimis bubar, walah…aya-aya wae,
tapi itulah realitas masa itu.
Penayangan hiburan ini pun menjadi
sumber penghidupan secara ekonomi bagi masyarakat kecil, penjual bakso, mie
ayam, ketoprak, onde-onde, ketupat sayur dan nasi uduk betawi, lepet, kerupuk
pasir, kacang rebus, jagung rebus, minuman ringan, uli bakar dan lain-lain,
bahkan arena arena ini juga dimanfaatkan oleh para Bandar judi kecil-kecilan,
koprok. Dulu para penonton hiburan rakyat ini datang dari berbagai penjuru,
jangan harap anda bisa duduk manis didepan dengan gelaran kertas koran atau
tikar jika datang menjelang pemutaran film, anda harus berdesakan dengan
ratusan orang yang duduk dan berdiri sesak memenuhi lapangan hiburan malam itu.
Atau anda bisa sedikit menyaksikannya tetapi dibelakang layar, memang agak
sepi, tapi bisa membuat kepala pusing karena tampilannya terbalik, apalagi saat
penayangan film yang ada translate nya seperti fim Barat, India atau mandarin.
Saya dan teman-teman main saya atau
memang sudah tradisi yang entah dari mana asalnya membagi film ini dalam dua
kategori, pertama film mabak, film gede, kaki tunjang dan film kecil, film duduk
atau noeng. Film mabak, film gede biasanya film-film bagus, ukuran filmnya
kalau tidak salah 35mili. Penyelenggaranya hajatan yang kaya biasanya nanggap
film ini. Sedang film kecil itu film-film lama yang warnanya terkadang sudah
kemerah merahan dengan suara soundnya yang khas mendayu-dayu dan hampir semua
film lokal.
Ada yang unik, tapi sifatnya anarkis
pada saat penayangan layar tancap itu, jika kabar yang tersebar film tersebut
berbayar mahal, mabak, film gede, tetapi jika yang ditayangkan adalah film-film
lama, sering ditayangkan apalagi ngga rame/seru, siap-siap saja aka nada
kata-kata provokatif dari para penonton yang terkadang tidak jelas sumberny
berteriak, “ganti..gantii…, rubuiiin..rubuiin”, bukan hanya itu, bahkan ada
mereka yang iseng melemparkan batu atau benda-benda keras lainnya kearah kamera
projector, jika provokasi ini berhasil pengusaha film bisa tertimpa kerugian
dengan alat-alat perfilemannya, bahkan ada yang sadis menebang bamboo penopang
layar, robohlah, dan kemungkinan besar pemutaran filmpun dibatalkan.
Itulah fenomena layar tancap yang
pernah penulis alami saat usian smp, dari pengalaman menonton film tersebut
memory saya menyimpan film kesukaan pada film-film seperti mandarin dengan
kungfu, ninja dan shaolinnya, india dengan lagu-lagu yang disertai tampilan
gayanya yang khas taman-taman indah, sungguh melegenda dalam ingatan ini,
fenomena layar tancap pengalaman usia-usia smp-an. Kini entah kemana, pernah
suatu saat melintas penayangan layar tancap, tapi tidak seramai dan seunik
penampilan projector dan layar pada masa itu, mungkin telah berevolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar