Kamis, 11 Juli 2013

Kenangan Masa Kecil dari Pinggiran Kota Jakarta



 By : Aa gun (Tw:@ciledugcity69 Fb: aagun.gunawan)

Inilah hiburan masa kecilku, atau mungkin mereka-mereka yang telah menapak hidup di era tahun 70-80an sampai menjelang era 90an tentu mengenal hiburan berupa penayangan film gratis semalaman, dimulai setelah shalat isya dan diakhiri menjelang subuh, lilm layar tancap. Dinamakan demikian karena hiburan ini menggunakan kain putih besar kira-kira berukuran dua kali limaan kurang lebih yang ditancapkan dengan menggunakan bambo, sebagai screennya. Sekelumit memory masa kecil dipinggiran kota Jakarta dan Tangerang, Ciledug tepatnya.

Layar tancap memang menjadi hiburan satu-satunya saat itu, vcd maupun DVD belumlah ada, kalaupun ada, itu berupa kaset film, kami mengenalnya Video. Tentu bagi saya pada itu merupakan barang mewah tak mampu orangtua untuk memilikinya, televisipun harus menonton ke tetangga sebelah rumah, he..he..he..kacian dech loch. Tapi meski demikian masa kanak-kanak itu saya lewati dengan ceria, permainan tradisonal gala asin (begitu kami menyebutnya) yang dimainkan di tanah lapang saat menjelang dan saat bulan purnama, begitu riangnya kami memainkan. Adalagi dampu, taplak, karet, congklak, takadal, petak umpet dan seabreg mainan tradional lainnya, yang kini telah hampir punah beriring semakin modern dan instannya kehidupan.

Kembali ke layar tancap. Hiburan yang biasa diadakan malam-malam libur, terutama sabtu malam minggu. Acara ini ditanggap (begitu saya menyebutnya) oleh mereka-mereka yang secara ekonomi hidupnya telah cukup mapan, atau mereka yang sengaja memapankan diri demi gengsi, bukan masalah bagi saya, yang penting saya bisa menyaksikan hiburan semalam suntuk secara gratis ditengah lapang yang jika turun hujan ataupun gerimis, bubarlah sekumpulan manusia-manusia yang haus hiburan, dari fenomena ini ada mereka yang menyebutnya film misbar, gerimis bubar, walah…aya-aya wae, tapi itulah realitas masa itu.

Penayangan hiburan ini pun menjadi sumber penghidupan secara ekonomi bagi masyarakat kecil, penjual bakso, mie ayam, ketoprak, onde-onde, ketupat sayur dan nasi uduk betawi, lepet, kerupuk pasir, kacang rebus, jagung rebus, minuman ringan, uli bakar dan lain-lain, bahkan arena arena ini juga dimanfaatkan oleh para Bandar judi kecil-kecilan, koprok. Dulu para penonton hiburan rakyat ini datang dari berbagai penjuru, jangan harap anda bisa duduk manis didepan dengan gelaran kertas koran atau tikar jika datang menjelang pemutaran film, anda harus berdesakan dengan ratusan orang yang duduk dan berdiri sesak memenuhi lapangan hiburan malam itu. Atau anda bisa sedikit menyaksikannya tetapi dibelakang layar, memang agak sepi, tapi bisa membuat kepala pusing karena tampilannya terbalik, apalagi saat penayangan film yang ada translate nya seperti fim Barat, India atau mandarin.
Saya dan teman-teman main saya atau memang sudah tradisi yang entah dari mana asalnya membagi film ini dalam dua kategori, pertama film mabak, film gede, kaki tunjang dan film kecil, film duduk atau noeng. Film mabak, film gede biasanya film-film bagus, ukuran filmnya kalau tidak salah 35mili. Penyelenggaranya hajatan yang kaya biasanya nanggap film ini. Sedang film kecil itu film-film lama yang warnanya terkadang sudah kemerah merahan dengan suara soundnya yang khas mendayu-dayu dan hampir semua film lokal.
Ada yang unik, tapi sifatnya anarkis pada saat penayangan layar tancap itu, jika kabar yang tersebar film tersebut berbayar mahal, mabak, film gede, tetapi jika yang ditayangkan adalah film-film lama, sering ditayangkan apalagi ngga rame/seru, siap-siap saja aka nada kata-kata provokatif dari para penonton yang terkadang tidak jelas sumberny berteriak, “ganti..gantii…, rubuiiin..rubuiin”, bukan hanya itu, bahkan ada mereka yang iseng melemparkan batu atau benda-benda keras lainnya kearah kamera projector, jika provokasi ini berhasil pengusaha film bisa tertimpa kerugian dengan alat-alat perfilemannya, bahkan ada yang sadis menebang bamboo penopang layar, robohlah, dan kemungkinan besar pemutaran filmpun dibatalkan.
Itulah fenomena layar tancap yang pernah penulis alami saat usian smp, dari pengalaman menonton film tersebut memory saya menyimpan film kesukaan pada film-film seperti mandarin dengan kungfu, ninja dan shaolinnya, india dengan lagu-lagu yang disertai tampilan gayanya yang khas taman-taman indah, sungguh melegenda dalam ingatan ini, fenomena layar tancap pengalaman usia-usia smp-an. Kini entah kemana, pernah suatu saat melintas penayangan layar tancap, tapi tidak seramai dan seunik penampilan projector dan layar pada masa itu, mungkin telah berevolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Like this blog