Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan satu-satunya lembaga
penyiaran publik yang dilahirkan dari kebutuhan bangsa Indonesia akan lembaga
penyiaran. Sebagai lembaga penyiran publik atau LPP, TVRI melalui Undang-Undang
yang telah ditetapkan yakni UU RI No. 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI, TVRI
sudah selayaknya mampu menjadi representasi cerminan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang ada di Indonesia ini.
Beberapa waktu
lalu, TVRI sempat menuai protes di kalangan masyarakat akibat tindakan
penayangan acara Muktamar Khilafah HTI pada 2 Juni 2013 di Gelora Bung Karno.
TVRI yang notabene merupakan lembaga penyiaran publik miliki Negara Indonesia
dengan berani menayangkan kegiatan acara Muktamar Khilafah HTI yang banyak
ditanggapi masyarakat sebagai langkah dalam pendirian Negara Islam di Indonesia
ini. Acara Muktamar Khilafah tersebut secara terang-terangan menampilkan
pembicara yang mempermasalahkan Pancasila sebagai ideologi negara,
nasionalisme, dan penolakan terhadap demokrasi Indonesia.
Akibat
tindakan tersebut, TVRI menerima banyak protes dari masyarakat. Tidak hanya
TVRI sebagai pihak yang bersangkutan, KPI selaku lembaga yang menaungi kegiatan penyiaran di Indonesia juga banyak menerima
pengaduan dan keluhan dari masyarakat. Masyarakat menyayangkan tindakan TVRI
karena telah menayangkan acara yang dinilai menentang Pancasila, tidak
menghormati bangsa, dan melanggat UU Penyiaran. Oleh karena itu, KPI akhirnya
memanggil pihak TVRI untuk mengklarifikasi mengenai hal tersebut.
Analisis
Pasal 1 Ayat 2 dan 3
Ayat 2
“Lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiran
yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen,
netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat”.
Ayat 3
“Lembaga penyiaran publik Televisi Republik
Indonesia adalah Lembaga Penyiaran Publik
yang menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak
komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat”.
Dalam hubungannya dengan peraturan yang telah
dicantumkan dalam pasal 1 ayat 2 di atas, TVRI melalui kegiatan penyiaran acara
Muktamar Khilafah HT pada 2 Juni 2013 secara jelas telah melanggar dan keluar
dari sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal di atas. TVRI tidak
menjaga sifat independensi, kenetralan, dan pelayanan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. TVRI dinilai hanya menguntungkan pihak atau organisasi
tertentu saja, bahkan yang lebih berbahaya lagi adalah
acara tersebut merupakan acara yang isinya tentang penolakan Pancasila sebagai
ideologi Negara, nasionalisme, dan demokrasi. Berdasarkan analisis inilah, TVRI
dinilai gagal dalam menjalankan tugasnya sesuai koridor peraturan Undang-Undang
yang telah lama disetujui bersama.
Pasal 3 Ayat 1
“TVRI adalah lembaga penyiaran publik
yang bersifat independen, netral, dan tidak komersial”
Melalui kegiatan penayangan acara salah satu
ormas Islam yang telah dilakukan oleh pihak TVRI tersebut, maka dalam hal ini
TVRI telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 3 ayat 1 di atas. TVRI dinilai
tidak independen dan netral dalam penayangan acara. Terlebih acara yang
ditayangkan oleh TVRI tersebut justru mengandung nilai penolakan terhadap
ideologi Negara Pancasila, nasionalisme, dan demokrasi Indonesia. Hal ini tentu
bertentangan dengan status TVRI sebagai lembaga penyiaran publik yang seharusnya menampilkan tayangan yang bersifat netral.
Pasal 4
“TVRI mempunyai tugas memberikan
pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat
sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan
masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Secara umum TVRI melalui kegiatan penayangan
acara salah satu ormas tersebut dapat dinilai masih sesuai dengan beberapa
tugas dan fungsinya sebagai lembaga penyiaran publik. Artinya TVRI masih
memberikan pelayanan informasi keislaman, pendidikan keislaman masyarkat Indonesia secara umum. Akan tetapi, dilain pihak TVRI tidak melakukan tugasnya sebagai perekat sosial, karena menayangkan siaran
yang menampilkan perbedaan ideologi yang dapat memecah belah masyarakat
indonesia yang pro pancasila dan masyarakat KHTI yang kontra dengan pancasila.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar