Senin, 18 Juli 2016

WORTEL, TELUR, atau KOPI ?

Seorang anak mengeluh pada ayahnya tentang hidupnya yang sulit. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. ia telah berjuang. setiap saat satu persoalan terpecahkan, persoalan yang lain muncul.

Ayahnya, seorang juru masak, tersenyum dan membawa anak perempuannya ke dapur. Ia lalu mengambil tiga buah panci, mengisinya masing-masing dengan air dan meletakkanya pada kompor yang menyala. Beberapa saat kemudian air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci pertama, ia memasukkan wortel. Lalu, pada panci kedua ia memasukkan telur. Dan, pada panci ketiga ia memasukkan beberapa biji kopi tumbuk. Ia membiarkan masing-masing mendidih.

Selama itu ia terdiam seribu bahasa. Sang anak menggereget gigi, tak sabar menunggu dan heran dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya. Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api. Lalu menyiduk wortel dari dalam panci dan meletakkannya pada sebuah piring. Kemudian ia mengambil telur dan meletakkannya pada piring yang sama. Terakhir ia menyaring kopi yang diletakkan pada piring itu juga.

Ia lalu menoleh pada anaknya dan bertanya, “Apa yang kau lihat nak ?”, “Wortel, telur dan kopi” jawab sang anak. Ia membimbing anaknya mendekat dan memintanya untuk memegang wortel. Anak itu melakukan apa yang diminta dan mengatakan bahwa wortel itu terasa lunak.

Kemudian sang ayah meminta anaknya memecahkan telur. Setelah telur itu dipecah dan dikupas, sang anak mengatakan bahwa telur rebus itu kini terasa keras.
Kemudian sang ayah meminta anak itu mencicipi kopi. Sang anak tersenyum saat mencicipi aroma kopi yang sedap itu. “Apa maksudnya semua ini, ayah ?” Tanya sang anak

Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda tadi telah mengalami hal yang sama, yaitu direbus dalam air mendidih, tetapi selepas perebusan itu mereka berubah menjadi sesuatu yang berbeda-beda. Wortel yang semula kuat dan keras, setelah direbus dalam air mendidih, berubah menjadi lunak dan lemah
Sedangkan telur, sebaliknya, yang semula mudah pecah, kini setelah direbus menjadi keras dan kokoh.
Sedangkan biji kopi tumbuh berubah menjadi sangat unik. Biji kopi, setelah direbus, malah mengubah air yang merebusnya itu.

Maka, yang manakah dirimu ?” Tanya sang ayah pada anaknya. “Disaat kesulitan menghadang langkahmu, perubahan apa yang terjadi pada dirimu ? apakah kau menjadi sebatang wortel, sebutir telur atau biji kopi ?”

Selasa, 05 Juli 2016

Tuhan, Kenapa engkau tidak menyelamatkanku ?

Ada seorang lelaki yang tinggal di dekat sebuah sungai, bulan-bulan musim penghujan sudah dimulai. Hampir tidak ada hari tanpa hujan baik hujan rintik-rintik maupun hujan lebat.

Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir. Saat itu banjir suda sampai ketinggian lutut orang dewasa. Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang-orang sudah banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau permukaan air semakin tinggi. Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi, lelaki tersebut tampak tenang tinggal dirumah. Akhirnya datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki tersebut.

"Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin tinggi" teriak sala satu regu penolong ke lelaki tersebut.

Si lelaki menjawab : "tidak, terima kasih, anda terus saja menolong yang lain. Saya pansti akan diselamatkan Tuhan. Saya ini kan sangat rajin berdoa."

Setelah beberapa kali membujuk tidak bisa, akhirnya truk tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain. Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1,5 meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari.

Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan berhenti di depan rumah lelaki teesebut. "pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadaan semakin tidak terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi.

Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata : "terima kasih, tidak usah menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan menyelamatkan saya dalam keadaan ini.

Perahu dan regu penolongpun pergi tanpa dapat membawa lelaki tersebut. perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyataan. Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah hampir menenggelamkan rumah-rumah warga. Lelaki itu nampak di atas Wuwungan rumahnya sambil terus berdoa.

Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. regu penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas terdengar suara dari Megaphone : "Pak, cepat pegang tali itu dan naiklah kesini. "tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab dengan teriak. " terima kasih, tapi anda tidak usah menolong saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti akan menyelamatkan saya."

Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam banjir

Bagaimana, nasib lelaki tersebut ?

Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam.

Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai berbicara bernada protes. "Ya tuhan, aku selalu berdoa padamu, selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan dari banjir itu...?

Tuhan menjawab dengan singkat : "Aku selalu mendengar doa-doamu, untuk itulah aku telah mengirimkan truk, kemudian perahu, dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu tidak ikut salah satupun  ?

Senin, 04 Juli 2016

KISAH KELUARGA BURUNG

Ini adalah kisah yang dialami oleh satu keluarga burung. Si induk menetaskan beberapa telur menjadi burung-burung kecil yang indah dan sehat. Si induk pun sangat bahagia dan merawat mereka semua dengan penuh kasih sayang.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Burung-burung kecil inipun mulai dapat bergerak lincah. Mereka mulai belajar mengepakkan sayap, mencari-cari makanan untuk kemudian mematuknya.

Dari beberapa anak burung ini tampaklah seekor burung kecil yang berbeda dengan saudaranya yang lain. Ia tampak pendiam dan tidak selincah saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya belajar terbang, ia memilih diam di sarang daripada lelah dan terjatuh, ketika saudara-saudaranya berkejaran mencari makan, ia memlih diam dan menantikan belas kasihan saudaranya. Demikian hal ini terjadi seterusnya.

Saat sang induk mulai menjadi tua dan tak sanggup lagi berjuang untuk menghidupi anak-anaknya, si anak burung ini mulai merasa sedih. Seringkali ia melihat dari bawah saudara-saudaranya terbang tinggi di langit. Ketika saudara-saudaranya dengan lincah berpindah dari dahan satu ke dahan yang lain di pohon yang tinggi, ia harus puas hanya terdiam berada di satu dahan yang rendah, ia pun merasa sangat sedih

Dalam kesedihannya, ia menemui induknya yang sudah tua dan berkata, "Ibu, aku merasa sangat sedih, mengapa aku tidak bisa terbang setinggi saudara-saudaraku yang lain, mengapa aku tidak bisa melompat - lompat di dahan yang tinggi aku hanya bisa berdiam di dahan yang rendah ?"

Si Induk pun merasa sedih dan dengan air mata ia berkata, " Anakku, engkau dilahirkan dengan sayap yang sempurna seperti saudaramu, tapi engkau memilih merangkak menjalani hidup ini sehingga sayapmu menjadi kerdil."

"Hidup adalah kumpulan dari setiap pilihan yang kita buat. Pilihan kita hari ini menentukan bagaimana hidup kita di masa depan. Kita memiliki kebebasan memilih tetapi setelah itu kita akan dikendalikan oleh pilihan kita, jadi berpikirlah sebelum berbuat, sadari setiap konsekuensi dari pilihan yang kita buat. "Si Induk mengakhiri nasehatnya.

Beranda

Like this blog